SAKSI: Bupati non aktif Terbit Rencana PA (kanan bawah) meberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara TPPO di PN Stabat, Selasa (27/9/2022).
lpc-online-Langkat | Sidang kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap warga penghuni kerangkeng yang disebut-sebut milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana PA kembali digelar di Pengadilan Negeri Stabat di Ruang Sidang Prof.DR.Kesuma Atmaja, Selasa (27/8/2022).
Dalam persidangan Perkara Nomor 469/Pid.B/2022/PN.Stb dengan terdakwa kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TTPO) Terang Ukur Sembiring, Jurnalista Surbakti, Rajisman Ginting dan Suparman Perangin-Angin, menghadirkan saksi mahkota Terbit Rencana PA (TRP) secara virtual dari tahanan KPK di Jakarta.
Sidang TPPO tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Halida Rahardhini, Adriansyah dan Dicky Rivandi (masing-masing Hakim Anggota).
Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdiri dari Kasi Pidum Kejari Langkat Indra Ahmadi Hasibuan SH, Sai Sintong Purba SH, Baron Sidiq Saragih SH MKn dan Jimmy Carter A SH MH.
BUKTI: JPU menunjukan bukti surat yang dikeluarkan kepala desa kepada saksi TRP di ruang sidang PN Stabat, Langkat, Selasa (27/9/2022).
Dalam persidangan kali ini, Bupati Langkat nonaktif TRP, banyak mengaku tidak tahu tentang pendirian kerangkeng manusia ilegal yang diklaim sebagai panti binaan hingga status kepemilikan perusahaan pabrik PKS PT.DRP di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat.
Ketika Majelis Hakim bertanya kepada TRP apakah mengenal para terdakwa? TRP mengaku mengenal keempat terdakwa dalam kasus tersebut, namun lupa nama masing-masing terdakwa.
Menjawab pertanyaan Majelis Hakim terkait kepemilikan lahan yang di atasnya berdiri kerangkeng manusia, TRP menjelaskan jika lahan tersebut merupakan lahan milik orang tuanya dan belum dipecah.
Menurut saksi, bangunan yang disebutkan kerangkeng atau kereng yang diklaim sebagai panti binaan tersebut, diperuntukkan bagi anggota organisasi Pemuda Pancasila (PP) yang candu narkoba.
Namun saksi membantah jika panti itu dikatakan miliknya, karena yang membangun kerangkeng tersebut, Ketua PAC PP Kuala Taruna PA, yang meminta ijin penggunaan lahan kepada orang tua saksi TRP yang saat itu selaku Ketua MPC PP Kabupaten Langkat.
"Saya sama sekali tidak ada hubungannya dengan tempat tersebut. Begitu juga dengan 4 terdakwa, bukan saya yang menyuruh menjadi pengurus panti," ujar saksi dari balik layar virtual.
Saksi juga berdalih tidak mengetahui tentang sumber kebutuhan orang-orang yang berada di dalam kerangkeng (panti).
Saat ditanyakan Majelis Hakim terkait kepemilikan perusahaan PKS PT.DRP, TRP menjelaskan jika pemilik PT.DRP adalah putra kandungnya Dewa PA.
Namun lagi-lagi saksi menjawab tidak tahu saat ditayakan apakah saksi mengetahui atau tidak jika selama ini orang yang berada di dalam kerangkeng atau panti binaan tersebut juga dipekerjakan di PT.DRP serta adanya penyiksan.
"Saya tidak tau dan tidak ada warga binaan yang dipekerjakan di PT.DRP. Saya juga tidak tau kalau ada penyiksaan warga binaan," ujar TRP.
SIDANG: Suasana ruang sidang di PN Stabat dipenuhi warga dan sejumlah awak media, Selasa (27/9/2022).
Terkait kepemilikan perusahaan PKS PT.DRD, saksi kembali berkilah jika dirinya hanya sebagai pemilik modal dan saksi tidak ada menerima keuntungan dari perusahaan tersebut dengan alasan masih memanfaatkan modal hutang.
Saat ditannyakan apakah saksi selaku pemegang modal selalu membayar hutang? Saksi mengatakan untuk membayar hutang sudah ada yang menangani masalah keuangan.
Bahkan saksi juga mengaku jika saksi tidak mengetahui masalah laporan keuangan perusahaan.
Saat dicecar Majelis Hakim, akhirnya saksi mengakui jika dirinya menerima laporan data-data keuangan perusahaan dan harus bertanya terlebih dahulu dengan istrinya, Tio Rita.
"Karena waktu itu yang mengurusi keuangan bernama Noni. Jadi saudari Noni yang selalu berhubungan dengan istri saya," terangnya.
Kemudian Majelis Hakim menanyakan kepada saksi, bahwa jika saksi menerima laporan keuangan apakah saksi mengetahui adanya biaya pengeluaran setiap bulannya Rp10 juta untuk kebutuhan warga kerangkeng (binaan)? Namun saksi mengatakan tidak ada.
Ketika dipersoalkan adanya laporan keuangan perusahaan yang diterima TRP setiap bulan, terkait biaya puding karyawan, akhirnya TRP mengakui adanya biaya dimaksud sebesar Rp10 juta.
"Ya memang ada, tapi saya tidak tahu kalau itu untuk warga binaan atau siapa, karena di buku laporan keuangan itu hanya tertulis gaji karyawan Rp10 juta, begitu saja majelis," jawab TRP.
Saksi TRP juga menceritakan, jika dulunya lahan yang digunakan untuk mendirikan kerangkeng (panti binaan) merupakan bekas lokasi kandang ayam.
Meski TRP saat itu merupakan Ketua MPC PP, namun Taruna selaku Ketua PAC PP Kuala yang minta ijin kepada orang tua saksi untuk mendirikan kerangkeng (panti rehab narkoba) di atas lahan tersebut.
Majelis Hakim kembali mencecar terkait dengan pergantian Ketua PAC PP Kuala apakah program narkoba tersebut ada masanya apa tidak? Saksi menjawab tidak ada.
Saksi menjelaskan, setelah berakhirnya Taruna sebagai Ketua PAC dan dipimpin Ketua PAC yang baru, saksi mengaku jika tidak ada penyampaian apa pun terkait kondisi warga binaan.
Saat ditanya oleh Majelis Hakim apakah dana pembinaan yang diklaim sebagai panti tersebut menggunakan dana kas PP? Saksi membenarkannya.
Saksi TRP mengakui, jika rumah dan kolam di sekitar kerangkeng (panti) merupakan milik saksi.
Saksi terus berkilah tidak tahu saat ditanyakan Majelis Hakim tentang status penggajian pekerja permanen yang bekerja di rumah pribadi saksi dengan pekerja temporer.
"Kalau pekerja tetap, ya pasti saya beri gaji. Tapi kalau pekerja temporer di rumah saya tidak ada," ujarnya.
Begitu juga saat ditanyakan status pekerja yang bersihkan kereng dan lingkungan kereng, saksi kembali mengaku tidak tahu.
Majelis Hakim terus mencecar terkait warga binaan yang dipekerjakan, lagi saksi mengatakan tidak tahu.
"Yang bersihkan rumput, setidaknya istri saya yang tau. Nanti saya tanyakan ke istri," ujar TRP sembari mengatakan jika pekerja yang membuat tembok rumah pribadinya statusnya memang tukang.
"Apakah peran ke-4 terdakwa bisa mengatur warga binaan untuk bekerja sebagai tukang atau pekerja pabrik. Sebab dari keterangan saksi yang sudah diperiksa sebelumnya mereka mengaku disuruh bekerja bangunan dan ada anak di bawah umur yang dipekerjakan juga tanpa dibayar," tanya Hakim.
VIRTUAL: Majelis hakim mengambil keterangan saksi TRP secara virtual di ruang sidang PN Stabat, Langkat, Selasa (27/9/2022).
Saksi TRP menjawab jika tukang yang bekerja dibayar. Masalah warga binaan yang dipekerjakan, saksi kembali mengaku tidak tahu.
Bahkan saat Majelis Hakim mengatakan ada salah satu anak binaan di bawah umur yang mengatakan jika saksi sering ke lokasi kerangkeng, saksi tetap berkilah bahwa itu tidak benar.
Saksi juga membantah jika saksi disebut-sebut sering datang ke lokasi kereng.
Kendati lokasi kereng binaan tepat berada di belakang rumahnya, saksi tetap berkilah jika dirinya tidak pernah mengetahui adanya terjadi kasus negatif.
"Anak panti tidak tau dan tidak berani mengadu kepada saksi tentang adanya penganiayaan, tapi kapan saksi mengetahui adanya penganiayaan terhadap anak binaan?" cecar Hakim yang tetap dijawab oleh saksi jika dirinya tidak tahu.
Saat ditanyakan Majelis Hakim tentang Sribana, saksi mengaku kenal karena Sribana merupakan adik kandungnya.
Majelis menanyakan kepada saksi, jika ada beberapa surat masalah pengeluaran warga binaan yang telah habis masa binaannya ditandatangani Sribana hingga kasus kematian warga binaan.
Saksi mengatakan, jika Sribana tidak ada hubungannya dengan panti.
Terkait adanya tokoh masyarakat atau perangkat daerah yang datang membawa "pasien" ke panti rehab atau mengetahui kalau panti rehab tersebut milik saksi, TRP membantah hal tersebut.
Atas kesaksian TRP, JPU pun menunjukkan dua buah surat pengantar dari Desa Namu Mbelin dan Desa Namu Ukur Utara terkait permohonan rehab yang ditujukan kepada saksi TRP.
Atas bukti surat tersebut, TRP menyebut, kalau surat dimaksud tidak pernah dia terima dan tidak tahu menahu soal adanya surat tersebut.
Menanggapi keterangan saksi TRP, keempat terdakwa Terang Ukur Sembiring, Jurnalista Surbakti, Rajisman Ginting dan Suparman Perangin-Angin, menerima seluruhnya keterangan saksi.
Pada kesempatan itu, JPU meminta kepada Majelis Hakim untuk memanggil paksa Sribana PA, berhubung yang bersangkutan sudah 3 kali tidak memenuhi undangan menghadiri persidangan sebagai saksi.
Namun Penasehat Hukum terdakwa, memohon kepada Majelis Hakim untuk tidak melakukan panggil paksa karena pihaknya akan berupaya berdialog dengan Sribana untuk hadir ke persidangan.
Atas permohonan penasehat hukum tersebut, akhirnya majelis hakim mengurungkan niatnya untuk mengeluarkan surat pemanggilan paksa kepada Sribana PA yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD Langkat.
Akhirnya, sidang lajutan perkara TPPO dilanjutkan Rabu (28/9/2022) dengan mengupayakan kehadiran saksi Sribana PA.
Seyogianya persidang kali ini, digelar 3 perkara yakni Perkara Nomor 467/Pid.B/2022/PN.Stb dengan terdakwa Dewa PerangingAngin, Hendra Surbakti serta berkas Perkara Nomor 468/Pid.B/2022/PN.Stb dengan terdakwa Hermato Sitepu, Iskandar Sembiring. Namun persidangan tersebut ditunda karena saksi tidak hadir hingga Rabu (28/9/2022) dan Selasa (04/10/2022) depan. (lp-01)
Social Header