Penebangan pohon oleh terduga pelaku suruhan LS yang hingga saat ini belum tersentuh hukum. (lpc-online/red) |
LANGKAT, LPC-ONLINE | Sudah hampir 9 bulan laporan pidana pencurian dan pengerusakan tanaman keluarga mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Tengah (Sulteng), mangkrak di Polres Langkat.
Lambatnya penanganan tindak pidana tersebut, membuat Darwin B Bangun, selaku pelapor kecewa. Melalui penasehat hukumnya, Darwin menyampaikan ketidak adilan penanganan perkara pidana yang dialaminya tersebut.
Menurut keterangan Dedi Susanto, selaku penasehat hukum (PH) Darwin, Minggu (9/10), tindak pidana ini terjadi pada Januari 2022. Ketika itu, pelaku berinisial LS, menyuruh orang menebang tanaman karet, kelapa, dan rambutan yang ditanam oleh orang tua Darwin.
Melihat tindakan tersebut, lanjut Dedi, kliennya membuat laporan ke Polres Langkat pada 22 Februari 2022. Namun, laporan tersebut jalan di tempat. "Karena tidak terlihat proses hukumnya, kami ajukan permohonan gelar perkara ke Poldasu," ujar Dedi.
Kemudian, sebut Dedi, permohonan gelar perkara disetujui dan menghasilkan 17 rekomendasi. Diantara rekomendasi dari gelar perkara di Poldasu itu, yakni melakukan olah TKP yang melibatkan pelapor, terlapor, dan pemerintah kecamatan maupun desa.
Namun anehnya, lanjut Dedi, olah TKP yang dilakukan penyidik pada 6 Oktober 2022 tidak melibatkan pelapor maupun pemerintah kecamatan dan desa. "Pelaksanaan rekomendasi gelar perkara dilakukan sepihak, hanya menghadirkan pihak terlapor. Wajar jika kami menduga polisi ada main dengan pihak terlapor," tegas Dedi.
Dedi yang didampingi rekannya Ferdinan Sembiring, juga menyebutkan, penyidik Polres Langkat sejauh ini belum juga memberikan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP).
"SP2HP adalah hak pelapor untuk mengetahui sejauh mana penanganan perkara yang dilaporkannya. Tapi itupun tidak diberikan oleh penyidik. Jadi kami menilai penyidik sudah berpihak," cetus Ferdinan.
Diketahui, pelapor merupakan keluarga mantan Kajati Sultang, Sampe Tuah Ginting. Selain menjabat Kajati, Sampe Tuah juga sempat menduduki jabatan Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Pidana Umum Kejaksaan Agung (Kejagung).
Melihat proses penanganan perkara ini, Sampe Tuah Ginting hanya berharap, agar penyidik Polres Langkat dapat bekerja secara profesional dan proporsional. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, baik pelapor, terlapor, maupun penyidik itu sendiri.
Terpisah, Kanit Pidum Polres Langkat Ipda Herman F Sinaga, menegaskan, pihaknya sudah memproses laporan yang bersangkutan. "SP2HP sudah kami kirim. Apa mau tiap hari kami kirim, kan tidak mungkin," tegas F Sinaga.
F Sinaga menjelaskan, kalau dalam objek ini ada kasus perdata, maka pidananya ditangguhkan dulu dan itu diatur oleh KUHP. "Kasus pidana yang dilaporkan ini tidak masuk dalam objek perdata yang diajukan terlapor," bebernya.
Karena itu, lanjut F Sinaga, penyidik harus mencari dulu siapa pemilik sebenarnya tanaman dan tanah tersebut. "Jadi harus kita faktakan dulu. Karena pihak pelapor dan terlapor sama-sama mengaku pemilik tanah dan tanamannya," urai F Sinaga.
Penyidik yang turun dan menemui para terduga pelaku pengerusakan dan pencurian batang kayu. Namun tidak mengamankan apapun dari lokasi. (lpc-online/red) |
Disoal fakta yang dicari penyidik dapat menentukan siapa pemilik tanah dan tanaman tersebut, F Sinaga mengaku akan dilimpahkan terlebih dahulu ke jaksa. "Sekarang ini kami mau menentukan siapa yang punya hak di atas tanah itu. Jika sudah ada faktanya, kami limpahkan ke jaksa. Setelah itu kita tunggu, apakah ada unsur pidananya atau tidak," tuturnya.
Terkait laporan yang dinilai tidak ada progresnya, F Sinaga menepis hal tersebut. "Progres yang bagaimana lagi. Semua butuh waktu, kan banyak kasus yang kami tindak lanjuti," pungkasnya.
"Kami sedang bekerja, tahu-tahu pelapor komplin ke Polda dan dilakukan gelar perkara di sana. Inikan sudah menghambat kami juga. Belum lagi kita undang saksi gak hadir. Kita sudah ukur ulang itu tanah, setelah itu kita mau periksa lagi kades dan jiran batasnya. Jadi masih panjang prosesnya," tambah F Sinaga.
Terkait pengukuran tidak melibatkan semua pihak, F Sinaga menjelaskan, bahwa penyidik punya cara sendiri. "Kalau kita undang semua, kita cuma jadi pendengar pertengkaran di lapangan. Makanya harus satu persatu," paparnya.
F Sinaga sependapat, jika perkara perdata dan pidana dalam konflik ini berbeda. Namun, saat berkas pidana dilimpahkan ke jaksa, rekomendasi yang diberikan harus menentukan siapa pemilik tanahnya.
"Berapa kali kami ajukan berkas ke jaksa terkait persoalan serupa. Khususnya soal tanah garapan. Rekomendasi jaksa ya itu, faktakan dulu siapa pemilik tanahnya. Makanya sekarang kita masih mencari fakta pemilik tanah dan tanaman. Karena dua pihak mengakui dengan surat-surat mereka," tutupnya.
Dari data yang dihimpun, berdasarkan asas pemisahan horizontal yang dianut dalam UUPA, penguasaan/kepemilikan atas tanaman tidak berarti menjadi penguasaan/kepemilikan atas si pemilik tanah. Dengan kata lain, tanaman yang selama ini diusahakan oleh A adalah tetap menjadi barang milik A karena kepemilikan atas tanaman tersebut tidak serta merta menjadi hak bersama karena tanah tersebut belum terbagi. (lp05)
Social Header