Breaking News

Terkait Pengolahan Dana Desa di Langkat, APH Diminta Bertindak

foto/illustrasi

lpc-online-Langkat | Dana Desa (DD) berasal dari APBN yang digelontorkan Pemerintah sejak 2015, diduga menjadi lahan basah bagi oknum-oknum dari Pemerintah Kabupaten, Kecamatan maupun Aparatur Pemerintahan Desa bahkan melibatkan pihak swasta. 

Ada pun modus yang digunakan  berupa penganggaran operasional kantor, pembuatan neonbox kantor desa, pembelian sarana dan prasaran (buku), website, serta Peningkatan Kapasitas (bimtek) Aparatur pemerintahan desa se-Kabupaten Langkat dan lainnya. 

Menyikapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi A DPRD Langkat Drs Pimanta Ginting dari Fraksi PDI Perjuangan, meminta aparat penegak hukum (APH) baik Kejaksaan maupun Kepolisian, mengambil sikap atau tindakan tegas terhadap semua oknum yang terlibat guna memutus mata rantai 'pengolahan' dana desa tersebut.

"Saya minta APH di Kabupaten Langkat tidak diam atau melakukan pembiaran terhadap prilaku korupsi di desa, usut tuntas oknum dan dalang dibalik utak atik Dana Desa tersebut," ungkapnya, Jumat (8/10/2022) lalu. 

Dia juga mengimbau seluruh Kades di Kabupaten Langkat untuk menutup ruang terjadinya potensi korupsi dengan menolak seluruh bentuk intimidasi, titipan anggaran kegiatan oknum-oknum tertentu, mengingat UU Desa Nomor 6 tahun 2014  telah menegaskan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.

Senada, Sekretaris Asosiasi Permusyawaratan Desa Nasional (ABPEDNAS) Kabupaten Langkat Reza Fahlevi, menilai, kalau ada pengadaan buku administrasi desa, tentu tidak layak dianggarkan, karena saat ini sudah sangat mudah untuk mencari referensi di internet.

"Saya pribadi belum mengetahui hal itu, tapi coba saya selidiki dulu, apa benar ada pengadaan buku administrasi desa tersebut. Namun kalau lah ada, seharusnya tidak prioritas, kan bisa dicari di laman pencarian, bisa diprin, jaman sekarang sudah terbuka, semuanya ada tentang peraturan dan lain-lainnya," ungkapnya.

Dia pun memastikan, semua desa memiliki komputer dan laptop, sehingga tinggal cetak saja, karena anggaran untuk alat tulis kantor (ATK) sudah ada.

"Kan biaya ATK desa ada, kenapa harus beli buku lagi? Apalagi harganya sampai Rp3 juta, buku seperti apa itu?" tanya Reza heran.

Perlu diketahui, sambung Reza, APBDesa disusun berdasarkan Peraturan Desa tentang Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa).
 
APBDesa disusun untuk masa 1 tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari sampai 31 Desember tahun berikutnya.
 
Rancangan APBDesa harus dibahas dan disepakati antara Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
 
APBDesa dapat disusun sejak bulan September dan harus ditetapkan dengan Perdes, selambat-lambatnya pada 31 Desember pada tahun berjalan.

Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, tahapan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa), harus melalui musyawarah Desa  yang menjadi pedoman bagi pemerintah Desa menyusun rancangan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa, serta diverifikasi satuan kerja perangkat daerah kabupaten. 

Namun sialnya, ditemukan berkas  rencana penggunaan anggaran Dana Desa tahun 2022 yang dibagikan keseluruh desa yang ada di Kab. Langkat, serta pesan berantai melalui WhatsApp diduga bersumber dari Asosiasi Kepala Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Langkat. 

Namun, Ketua Apdesi Kab. Langkat Hasan Basri, membantah bila pesan berantai tersebut berasal dari pihaknya.

"Bahwa rencana kerja dan chat berantai mengatas namakan Apdesi yang beredar itu tak benar. Hoax itu bang, cek saja ke desa-desa,"ucapnya beberapa waktu lalu. (lp-01)
© Copyright 2024 - LPC-ONLINE.COM