Breaking News

Demokrasi Mundur Dengan Proporsional Tertutup

Dekan FISIP UISU Samsul Bahri Pane

Medan | Semenjak era reformasi partisipasi public dalam pemilu legislative di Indonesia kian membaik. Jika saat ini dikembalikan pada sistem proporsional tertutup, itu artinya demokrasi kembali mundur ke belakang." Ujar Dekan FISIP UISU Samsul Bahri Pane. S.Sos. MAP, Selasa (10/1/2023).

Dikatakannya, kondisi demokrasi dan tingginya partisipasi politik publik pada pemilu pasca reformasi cukup signifikan dan berpotensi mengisi proses demokratisasi yang lebih maju. 

Hal tersebut kata Samsul disebabkan, peran public dalam pemilu legislative  tidak hanya sebagai objek politik, tetapi diberi peluang untuk berkontribusi sebagai sabjek politik. 
Public diberi ruang untuk menentukan pilihan terhadap calon legislative yang dinilai memiliki trac record (rekam jejak) yang sesuai dengan aspirasi publik. 

Bersamaan dengan hal tersebut, ungkapnya lagi, partai politik membuka diri terhadap publik untuk terlibat langsung sebagai calon legislative dari partai politik peserta pemilu. 

Keterlibatan public untuk menjadi calon legislative dari partai politik diyakini dapat memotivasi dukungan dan partisipasi politik public kepada partai politik. 

Meski partai politik ungkap Samsul, yang diberi kewenagan untuk mencalonkan anggota legislative, akan tetapi partai politik wajib membuka diri kepada public untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi politik. Bahkan katanya lagi, system politik proporsional terbuka yang diterapkan selama ini dimungkinkan bagi public untuk berperan menentukan pilihan diantara calon yang di usung oleh partai politik.

Hal positif dari system proporsional terbuka tersebut adalah munculnya  kader potensi. Kemudian potensi masyarakat untuk menjadi senator juga terbuka lebar dengan sistem proporsional terbuka tersebut.
 
"Terbuka peluang publik ikut daftar sebagai calon legislatif. Hal lain, meningkatnya partisipasi publik untuk menyalurkan aspirasi politik kepada calon legislatif yang terdaftar lewat partai politik," katanya sembari menjelaskan, inti sistem proporsional terbuka memungkinkan calon legislatif dari partai politik berperan dan ikut serta menciptakan partisipasi politik pada pemilu legislatif. 

Sebaliknya,  kata Samsul, jika system proporsional tertutp yang akan ditetapkan pada pemilu legislatif 2024, maka partisipasi politik pada pemilu legislatif diyakini akan turun, karena publik tidak lagi sebagai sabjek politik, tetapi menjadi objek politik. 

Kader partai yang tidak memiliki hubungan dengan elit politik, juga tidak termotivasi untuk ikut menjadi caleg. 

"Hanya kader tertentu yang berpeluang untuk menjadi legislatif. Mereka itu adalah kader yang memiliki hubungan politik lebih dengan elit politik," paparnya.

"Legislatif pada sistem proporsional tertutup mengakarnya ke elit politik bukan ke rakyat, seperti jenggot," tambahnya.

Menjawab pertanyaan oligarki politik elit, Samsul menjelaskan, kewenangan elit partai di sistem proporsional tertutup adalah suatu yang pasti, aspirasi rakyat dikesampingkan. 

Rakyat diarahkan untuk membeli kucing dalam karung. Karena itulah proporsional tertutup menjadi sumber oligarki politik lewat pengaruh elit politik. 

Sejatinya, kata Samsul, jika proporsional terbuka disebutkan berpotensi Money Politik bukan berarti kita mundur dengan proporsional tertutup, tetapi bisa disesuaikan dengan sistem yang lebih maju dan sesuai budaya politik di Indonesia, misalnya dengan sistim distrik,  gabungan dan lainnya. 

"Kita jangan memilih sistim yang membuat demokrasi kita mundur," ungkapnya. (*)
© Copyright 2024 - LPC-ONLINE.COM