Breaking News

Sidang Pembunuhan Mantan Anggota DPRD Langkat, Saksi Ahli Balistik: Korban Ditembak dari Jarak 70 Cm

LPC-ONLINE.COM, Langkat | Persidangan perkara pembunuhan Paino, mantan anggota DPRD Kabupaten Langkat, kembali digelar di Pengadilan Negeri Stabat, Senin (31/7/2023).

SIDANG: Saksi ahli memberikan keterangan dihadapan majelis hakim PN Stabat dengan disaksikan sejumlah warga dan anggota keluarga korban, Senin (3/7/2023).

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ledis Merina Bakara bersama dua hakim anggota itu, menghadirkan tiga saksi ahli yakni balistik, forensik dan bahasa, dengan terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa.

Pada kesempatan tersebut, saksi ahli balistik Supriadi, mengungkapkan, terdapat residu yang melekat di pakaian Paino. Residu itu dapat terditeksi atau membekas jika proyektil atau peluru ditembakkan dengan jarak yang sangat dekat kepada objek.

Supriadi juga menjelaskan, barang bukti senjata api yang digunakan pelaku adalah jenis rakitan dan proyektil serta selongsongnya juga berkesesuaian.

Dihadapan majelis hakim, Supriadi menceritakan, medui Januari 2023 lalu, dirinya dimintai keterangan oleh penyidik Polres Langkat, terkait kasus pembunuhan Paino. 

Dia memberikan keterangan seputar barang bukti senjata api, berupa proyektil atau peluru dan selongsong beserta pakaian korban.

"Dari pemeriksaan proyektil dan selongsong peluru untuk mengetahui senjata api jenis apa yang digunakan, sedangkan pakaian korban dilakukan pemeriksaan guna mengetahui apakah benar memang peluru mengenai korban yang dapat diketahui dari abu atau serbuk proyektil", ucap Supriyadi.

Dan dari hasil pemeriksaan barang bukti tersebut, tambahnya, dapat disimpulkan bahwa jenis senjata api yang digunakan merupakan senjata api rakitan bukan senjata api pabrikan.

Masih Supriadi, dilihat dari pakaian yang dikenakan korban, dapat diambil kesimpulan bahwa pakaian (baju dan singlet) korban robek (berlubang) diakibatkan muntahan proyektil senjata api dan ditemukan residu yang melekat dari senjata api (berdasarkan uji proses kimia) tersebut.

"Residu dapat terditeksi atau tertinggal di objek, jika jarak tembak dilakukan dibawah 70 cm atau ditembakkan dari jarak yang sangat dekat, jika lewat dari jarak 70 cm maka residu akan terbawa angin," jelas Supriadi dihadapan majelis hakim.

Lebih lanjut Supriadi mengatakan, di bulan Maret dirinya juga melakukan pemeriksaan terhadap satu pucuk senjata api untuk memastikan atau dilakukan perbandingan dengan barang bukti proyektil dan selongsong proyektil yang ditemukan di lokasi pembunuhan (TKP). Dan hasilnya proyektil serta selongsongnya juga berkesesuaian.

Diterangkan saksi pula, senjata api pabrikan memiliki setandart khusus sesuai dengan perizinan, seperti adanya putaran atau alur peluru jika ditembakkan ke objeknya sehingga lebih terarah dan lebih kuat lontaran proyektilnya.

"Sedangkan senjata api jenis rakitan, tidak ada alurnya sehingga daya kecepatan cendrung kurang kuat dan tidak setabil serta terkadang proyektil tidak dapat dipastikan arah lontarnya," terangnya.

Sementara itu saksi ahli bahasa Imran dari Balai bahasa Sumut dihadirkan guna menjelaskan beberapa logat bahasa daerah dan penyebutan kata atau istilah yang pernah disampaikan para terdakwa dan saksi yang tertuang di BAP Kepolisian terkait perkara pembunuhan tersebut.

Disimpulkan, pada umumnya bahasa atau istilah yang disebutkan termasuk dalam kata perintah, (perintah untuk melakukan sesuatu).

Saksi ahli forensik dr. Mistar Aritonang, Staf Forensik Rumah Sakit Bhayangkara, cenderung memjelaskan prihal luka atau posisi luka tembak yang dialami korban.

KETERANGAN: PH keluarga korban, Togar Lubis, saat memberikan keterangan usai mengikuti persidangan di PN Stabat, Langkat, baru-baru ini.

Menanggapi keterangan saksi ahli, Penasehat Hukum (PH) Togar Lubis, sepakat dengan keterangan ahli balistik. Sebab, tentang senjata dan jarak tembak itu adalah keahlian di bidang balistik bukan forensik.

Hal ini disampaikan Togar, terkait perranyaan PH terdakwa Tosa Ginting yakni Minola Sebayang kepada Ahli Forensik berapa jarak penembakan antara eksekutor dengan korban.

Saat itu, saksi ahli menjawab, bahwa jaraknya jauh, bukan 30 cm seperti pengakuan terdakwa Dedi Bangun.

Pernyataan ini bertolak belakang dengan keterangan ahli ahli balistik, yang menyebut, berdasarkan residu amunisi yang tertinggal di baju korban, maka dipastikan jarak antara senjata yg diletuskan ke tubuh korban tidak lebih dari 70 cm.(lp01)





© Copyright 2024 - LPC-ONLINE.COM