LPC-ONLINE.COM, Langkat | Keluarga Almarhum Paino, mantan Anggota DPRD Langkat yang menjadi korban penembakan, meminta Presiden Joko Widodo dan Menkopolhukam Machfud MD, mengawal kasus pembunuhan berencana yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Langkat, Sumatera Utara.
KETERANGAN: Keluarga alm Paino, Susilawati didapingi penasehat hukumnya Togar Lubis, saat memberi keterangan usai pembacaan tuntutan di halaman PN Stabat, Langkat, Sumatera Utara, Rabu (30/8/2023).
Permintaan ini disampaikan Susilawati mewakili keluarga Almarhum Paino pasca dalang penembakan atau aktor intelektual, Luhur Sentosa Ginting yang duduk di kursi pesakitan dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pidana 20 tahun penjara, Kamis (31/8/2023) malam.
"Kami berharap dan bermohon kepada Presiden Jokowi dan Pak Machfud MD tolong lihat kami korban. Bapak Jokowi, Bapak Machfud MD, datang lah pak ke Langkat, lihat lah hukum di Langkat ini, kawal lah kami, kami ingin keadilan, kami ingin kemerdekaan di bumi Indonesia yang sudah lama merdeka Pak," kata Susilawati didampingi penasihat hukum korban, Togar Lubis.
Usai JPU membacakan tuntutan pidana kepada terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa, anak korban meluapkan kekecewaan dan kekesalannya. Bersama masyarakat Desa Besilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu, mereka menyesalkan tuntutan pidana yang sudah dibacakan JPU.
"Rasa kecewa masyarakat itu luar biasa, terutama korban. Karena ini pembunuhan sangat berencana sekali, sangat-sangat berencana tapi hanya dituntut 20 tahun," ujarnya.
"Kami paham, kami tahu ini belum vonis hakim. Tetapi dari tuntutan, kami sangat kecewa. Kita jangan hanya memikirkan anak dari terdakwa, tapi anak korban juga harus kita pikirkan, bagaimana mentalnya, bagaimana masa depannya," sambung Susilawati.
Dia membeberkan, terdakwa Tosa pernah dihukum hanya 3 bulan dalam kasus penembakan dengan menggunakan senjata api rakitan dan korbannya masyarakat Desa Besilam Bukit Lembasa, Kecamatan Wampu, Langkat. Menurutnya, keluarga terdakwa selalu memberi penindasan kepada masyarakat di sana.
Meski Indonesia sudah merdeka selama 78 tahun, tapi masyarakat di Dusun Bukit Dinding, belum merasakan kemerdekaan tersebut secara utuh.
"Lihat lah kami ini, pembunuhan sangat berencana dan kemarin tahun 2021, pelaku ini (terdakwa Tosa) adalah orang yang sama dengan peristiwa penembakan Almarhum Paino, dia otak pembunuhannya. Namun kemarin, dia hanya divonis 3 bulan (kasus penembakan kepada masyarakat) dan korbannya belum sembuh," bebernya.
"Dan kali ini otak pelaku dengan orang yang sama dan senjata yang sama! Pasti kami semua masyarakat resah, karena kami ragu, kami takut, korban berikutnya akan terjadi lagi. Karena kami mohon maaf sekali, bukan kami merendahkan hukum, yang kami ketahui sebagai orang awam, 20 tahun misalkan nanti jatuh vonisnya, sebentar saja sudah keluar," sambung Susilawati.
Sementara itu, Penasehat Hukum keluarga almarhum Paino,Togar Lubis, mengatakan, aksi tersebut akibat kekesalan dan kekecewaan terhadap tuntutan JPU.
Karena dalam pertimbangan ketika JPU menuntut 4 terdakwa lain, sambung Togar, disitulah pertimbangan, bahwa mereka melakukan perbuatan pembunuhan itu atas perintah terdakwa Luhur Sentosa Ginting. Tapi jaksa menuntut, Tosa selaku otak pelaku tidak pada tuntutan yang maksimal.
" Ini aneh ya, orang yang menyuruh, orang yang membayar, tapi tuntutan sama dengan eksekutor. Itulah yang menyebabkan kenapa keluarga korban dan masyarakat kecewa dengan jaksa. Kami berharap, karena hakim tidak terikat terhadap tuntutan jaksa penuntut umum, agar Majelis Hakim yang menangani perkara ini tetap menjatuhkan putusan maksimal sebagaimana fakta persidangan," pungkas Togar.(fan)
Social Header