Foto: Mansa Musa
Dengan memperhitungkan inflasi, kekayaan Mansa Musa tidak hanya mengalahkan miliuner teknologi saat ini. Tetapi juga penguasa terbesar dunia, seperti Augustus Caesar (US$ 6 triliun), William the Conqueror (US$ 5 miliar) dan Akbar I.
Mansa Musa lahir sekitar tahun 1280 M selama Dinasti Keita. Ia dilahirkan dalam keluarga penguasa dan berkuasa pada tahun 1312 M ketika saudara laki-lakinya Mansa Abu-Bakr turun tahta untuk melakukan ekspedisi besar-besaran di laut.
Menurut sejarawan Shibab al-Umari, Abu-Bakr selalu terpesona dengan Samudra Atlantik. Ia dilaporkan pergi dengan armada sekitar 2.000 kapal dengan ribuan pria, wanita, dan budak.
Tetapi dia tidak pernah kembali. Mansa Musa kemudian menjadi sultan kesembilan kerajaan Afrika Barat, yang sudah dianggap sangat kaya pada saat dia naik tahta.
Sejarawan memperkirakan bahwa Kekaisaran Mali pada saat itu adalah penghasil emas terbesar di dunia. Ia memiliki lebih dari setengah total pasokan dunia, menurut data British Museum.
Dengan Musa naik tahta, kerajaan terus berkembang secara fenomenal, berkat karyanya dalam memperluas perdagangan di wilayah tersebut. Kekayaannya terus meroket dari penambangan garam dan deposit emas yang signifikan, serta perdagangan gading gajah, seperti dilansir National Geographic.
Bukan hanya garam dan emas yang berkontribusi pada kekayaan Musa. Di bawah pemerintahannya, kerajaan berkembang pesat, membentang lebih dari 3.000 km (1.864 mil) dari Samudra Atlantik hingga Niger modern, mencaplok lebih dari 24 kota, termasuk Timbuktu.
Dilaporkan bahwa dia tidak pernah kalah dalam pertempuran. Dalam banyak kasus, tidak sedikit wilayah yang bergabung secara sukarela dengan Kekaisaran Mali demi kualitas hidup yang lebih baik.
Beberapa perkiraan menyebutkan kekayaan bersih Mansa saat ini adalah US$400 miliar hingga US$500 miliar (sekitar Rp6.236 triliun - Rp7.795 triliun), meskipun sulit untuk menghitung secara adil kekayaan berdasarkan emas, garam, dan tanah. Namun, banyak sejarawan setuju bahwa kekayaannya "lebih kaya daripada yang bisa dijelaskan siapapun".
Ia digambarkan sebagai Muslim yang taat. Musa bahkan memulai perjalanannya ke Makkah dari tahun 1324-1325.
Namun perjalanannya tersebut, diungkap Magnates Media, disebut sebagai "ziarah paling boros dalam sejarah manusia". BBC pun melaporkan bahwa raja meninggalkan Mali dengan sekitar 60.000 pria dan wanita, dari pejabat kerajaan hingga pengemudi unta dan budak.
Dilaporkan bahwa banyak dari para pelancong ini mengenakan sutera Persia dan brokat emas dari kepala hingga ujung kaki, termasuk para budak. Sekitar 100 ekor unta bahkan membawa kantong-kantong berisi emas murni.
Perjalanan tersebut membawa Musa dan teman-temannya melewati gurun Sahara dan Mesir, mencapai Kairo, di mana sang kaisar akan dengan murah hati memercikkan emasnya. Dia disebut menghabiskan begitu banyak emas sehingga membuat ekonomi lokal tidak stabil dan menyebabkan inflasi massal selama 10 tahun setelah kepergiannya.
Saat kembali, Musa menjalankan misinya untuk merevitalisasi kota-kota di kerajaannya. Berkat perkembangan arsitekturnya di wilayah tersebut, reputasinya terus berkembang.
Dia bekerja dengan cendekiawan Islam, termasuk keturunan langsung Nabi Muhammad dan seorang penyair dan arsitek Andalusia bernama Abu Es Haq es Saheli, dan membayar mereka hingga 200kg emas untuk usaha mereka.
Dia juga membangun sekolah, perpustakaan, dan masjid serta membantu Timbuktu menjadi pusat budaya dan pendidikan. Musa meninggal pada tahun 1337 pada usia 57 tahun dan digantikan oleh putra-putranya, tetapi akhirnya kekaisaran itu runtuh hingga tak terdengar hingga kini.(red)
Social Header